Minggu, 07 Desember 2014

Mensyukuri Nikmat Dan Berzakatlah

‘Ammaar bin Yaasir radliyallaahu ‘anhu berkata :
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِقْصَارِ الْخُطَبِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk meringkas/memendekkan khuthbah” [Diriwayatakan oleh Abu Daawud no. 1106, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 1430, Abu Ya’laa no. 1618, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 1/289, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/208 no. 5766, dan yang lainnya. Al-Haakim berkata : “Hadits ini shahih sanadnya, namun tidak diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim”. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/303].

Dalam riwayat lain dari ‘Ammaar, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ، مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ، وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang merupakan tanda dari kedalaman fiqh (pemahaman)-nya (dalam agama). Maka, panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. Dan sesungguhnya sebagian dari bayan (penjelasan dengan kata-kata indah) adalah sihir” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 869, Ahmad 4/263, Ibnu Khuzaimah no. 1782, dan yang lainnya].

Ya akhi fillah, Coba bayangkan kalau ada jama'ah yang terkena penyakit wasir/ambein menderitakan sekali dia belum lagi terkadang yang waktu lama itu malah membawakan kisah-kisah yang tak nyata tambah sedih lagi bagi yang ngerti bahwa itu kisah bathil seperti kisah Sahabat Mulia Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bernama TSA’LABAH BIN HATHIB berikut yang sering disampaikan dalam khutbah jum'at “Bahwasanya Tsa’labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata : ‘Ya Rasulullah, berdo’alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta’. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ““Artinya : Celaka engkau wahai Tsa’labah! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku”.”.

Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : ‘Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa’labah’.

Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama’ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama’ah sampai shalat Jum’at pun ia tinggalkan.

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : “Apa yang dilakukan Tsa’labah ?” Mereka menjawab : “Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ….” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : “Pergilah kalian ke tempat Tsa’labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua”. Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa’labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Serta merta Tsa’labah berkata : “Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !.

Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : “Celaka engkau, wahai Tsa’labah ! Lalu turun ayat :

“Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)”. (At-Taubah : 75-76).

Setelah ayat ini turun, Tsa’labah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : “Allah telah melarangku menerima zakatmu”. Sampai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka.

Keterangan: HADITS INI (ضَعِيْفٌ جِدًّا) LEMAH SEKALI
Lihat Dha’if Jami’ush Shaghiir (no. 4112), Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani’, Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu’aan bin Rifa’ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy

PARA ULAMA YANG MELEMAHKAN HADITS-HADITS INI
Di Antaranya ialah:
[1]. Imam Ibnu Hazm, ia berkata: “Riwayat ini bathil.” [l-Muhalla (XI/207-208).]
[2]. Al-hafizh al-’Iraqy berkata: “Riwayat ini dha’if.” [Lihat Takrij Ahaadits Ihya’ Ulumuddin (III/287).]
[3]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata: “Riwayat tersebut dha’if dan tidak boleh dijadikan hujjah.” [Lihat Fat-hul Baari (III/266)]
[4]. Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi: “(Riwayat ini) dha’if.” [Lihat al-Bayan wat Ta’rif (III/66-67)]
[5]. Al-Munawi berkata: “(Riwayat ini) dha’if.” [Lihat Fai-dhul Qadir (IV/527).]
[6]. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Hadits ini dha’ifun jiddan.” [Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (IX/78 no. 4081)]

Ya Akhi fillah, Tsa’labah bin Haathib adalah seorang Sahabat mulia yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh:
[1]. Ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqaat (III/36).
[2]. Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab al-Istii’ab (hal. 122).
[3]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany di dalam kitab al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (I/198). Beliau ber-kata: “Tsa’labah bin Hathib adalah Shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badar.

Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar:

لَنْ يَدْخُلَ النَّارَ رَجُلٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَّةَ.

“Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.” [HR. Ahmad (III/396), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 2160)]

Kata Imam al-Qurthuby (wafat th. 671 H): “Tsa’labah adalah badry (orang yang ikut perang Badar), Anshary, Shahabat yang Allah dan Rasul-Nya saksikan tentang keimanannya seperti yang akan datang penjelasannya di awal surat al-Mumtahanah, adapun yang diriwayatkan tentang dia (tidak bayar zakat) adalah riwayat yang TIDAK SHAHIH. [Tafsir al-Qurthuby (VIII/133), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah]

SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP KISAH TSA'LABAH YANG TIDAK BENAR DI ATAS
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat tersebut, maka tidak halal bagi seorang muslim pun untuk membawakan riwayat Tsa’labah sebagai permisalan kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti kita telah :

(1) Kita berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(2) Kita menuduh seorang Shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang buruk.
(3) Kita telah berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.

Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.

“Artinya : Barangsiapa mencela Shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, Malaikat dan seluruh manusia.” [ HR. Ath-Thabrani di dalam kitab al-Mu’jamul Kabir (XII/110, no. 12709) dan hadits ini telah di-hasan-kan oleh Imam al-Albany dalam Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 2340), Shahih al-Jaami’ush Shaghir (hal. 2685)]

Ya Akhi fillah, Kisah ini pun menyelisihi kaidah umum bahwa orang yang bertaubat dari suatu dosa, apapun dosa tersebut maka taubatnya diterima, lantas mengapa Nabi tidak menerima taubat Tsa’labah?! Zakat adalah hak harta bagi orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan faqir miskin dan sebagainya, diambil dari pemilik harta, seandainya mereka tidak mengeluarkannya maka akan diambil secara paksa dan juga Tidak adanya kesesuaian antara kisah dengan ayat, karena ayat ini bicara tentang orang munafiq, sedangkan Tsa’labah termasuk sahabat mulia, bahkan pengikut perang Badar dan ahli ibadah sehingga dijuluki dengan Hamamah Masjid karena seringnya di masjid.

Wallaahu a’lam bish Shawaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar